BOLAGILA – Kebiasan merokok yang kurang memedulikan lingkungan sekitar menjadikan anak-anak sebagai perokok pasif. Publik berharap pemerintah semakin gencar melakukan sosialisasi perlindungan anak dari bahaya rokok dan mempertegas aturan Kawasan Tanpa Rokok.
Asap dan residu rokok yang menyebar di udara serta berbagai benda di sekitar perokok turut mengancam kesehatan orang-orang di sekitarnya. Mereka yang disebut perokok pasif itu harus menanggung risiko penyakit dari racun rokok. Anak-anak menjadi salah satu dari perokok pasif yang paling rentan mengalaminya.
40 persen anak di seluruh dunia menjadi perokok pasif (second-hand smoke/SHS) yang terpapar asap rokok. Angka itu lebih tinggi dari proporsi orang dewasa, pria dan wanita, yang menjadi perokok pasif yakni hanya 33 persen dan 35 persen.
Di Indonesia sendiri belum ada data akurat yang menunjukkan angka keterpaparan anak-anak atas asap dan residu rokok. Namun, bahaya keterpaparan itu dapat terlihat dari hasil jajak pendapat Kompas pada pertengahan Juni 2023.
Berdasarkan hasil jajak pendapat, sebanyak 83,4 persen responden mengaku pernah melihat perokok di sekitarnya yang merokok di dekat anak-anak. Enam dari sepuluh responden bahkan menyebutkan dalam seminggu ada lebih dari lima kali melihat perokok merokok di dekat anak-anak. Hampir seperempat responden melihat kejadian itu satu hingga lima kali dalam seminggu.
Artinya, terpaparnya anak-anak atas asap dan residu rokok sering terjadi di keseharian masyarakat. Dengan frekuensi yang cukup tinggi itu, ada banyak anak-anak yang harus menanggung racun dari rokok yang tidak dihisapnya sendiri. Ironinya, bahaya ini datang dari lingkungan terdekat mereka.