BOLAGILA  Baru-baru ini mantan vokalis grup band Amigdala, Aya Canina, menyita perhatian publik karena mengatakan bahwa dirinya sempat mengalami kekerasan dalam pacaran (KDP).

Hal itu menjadi alasan pelantun “Kukira Kau Rumah” hengkang dari Amigdala. Melalui Instagram Story, ia mengatakan telah mengalami kekerasan dalam pacaran selama 3,5 tahun.

“Jika saya benar-benar harus menjawab pertanyaan abadi ini dengan gamblang, maka jawaban saya, Ya. Saya keluar dari Amigdala karena saya mengalami kekerasan dalam pacaran selama rentang waktu 3,5 tahun itu. Dan itu sangat memengaruhi kondisi mental saya,” katanya, tanpa menjelaskan bentuk kekerasan yang pernah dialami.

Diketahui bahwa mantan pacar Aya adalah gitaris di band yang sama.

“Siapa pacar saya waktu itu? Vocal 2 sekaligus Lead Gitar. Orang yang selalu bernyanyi bersama saya.” 

KDP atau dating violence adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas.

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tingkat kekerasan baik secara fisik dan seksual yang dialami perempuan belum menikah sebesar 42,7 persen.

Kekerasan seksual paling banyak dialami perempuan yang belum menikah yaitu 34.4 persen, lebih besar dibanding kekerasan fisik (19.6 persen). Angka tersebut membuktikan bahwa masih banyak perempuan yang belum menikah menjadi korban kekerasan, di mana pelaku bisa saja datang dari orang terdekat seperti pacar, teman, rekan kerja, tetangga, dan sebagainya.

Data Simfoni PPA 2016 menyebutkan bahwa dari 10.847 pelaku kekerasan, sebanyak 2.090 pelaku kekerasan adalah pacar atau teman.

Guna menghindari KDP, perempuan perlu mengetahui tanda-tandanya. Menurut Yayasan Pulih, tanda-tanda kekerasan dalam pacaran di antaranya:

  • Pasangan selalu cemburu, bahkan menuduh berselingkuh tanpa pembuktian yang jelas.
  • Mengontrol hidup, mengontrol cara berpakaian, melarang untuk bertemu keluarga atau teman, serta selalu mengecek ponsel.
  • Pasangan memiliki temperamen yang sulit ditebak.
  • Adanya perasaan takut kena marah saat bersama pasangan.

Tanda Lainnya

Tanda lain yang menunjukkan terjadinya kekerasan dalam pacaran yakni:

  • Harus selalu lapor ke pasangan ketika hendak bepergian.
  • Mengancam secara kasar bila keinginannya tidak dituruti.
  • Memukul atau menyakiti secara fisik.
  • Memaksa berciuman, berhubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya.
  • Meminta dengan paksa sejumlah uang, atau minta dibelikan barang.
  • Tidak mengizinkan mengakhiri hubungan dengan berbagai alasan.
  • Pasangan membangun opini bahwa persoalan yang terjadi bukanlah kesalahannya.
  • Selalu meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat, dan berjanji untuk berubah, tetapi kesalahan tersebut tetap diulangi lagi.

“Bila salah satu dari poin di atas kamu mengalaminya, maka kemungkinan kamu tengah mengalami KDP,” mengutip yayasanpulih.org Jumat (11/2/2022).

Berdampak Buruk

Pada akhirnya kekerasan dalam pacaran menyisakan dampak bagi korbannya, baik secara fisik, psikologis, dan kerugian secara ekonomi jika pelaku meminta uang atau minta dibelikan barang.

Pada kekerasan fisik, korban akan mengalami dampak memar, patah tulang, dan bahkan disabilitas permanen.

Dampak psikologisnya dapat berupa rasa malu, bingung, cemas, merasa rendah diri, dan bahkan dapat menyebabkan Depresi, di mana bila depresi tersebut tidak tertangani dengan baik dikhawatirkan korban memilih mengakhiri hidupnya.

Pencegahan

Untuk mencegah dan menangani berbagai kasus kekerasan yang dialami perempuan, KemenPPPA telah melakukan berbagai upaya di antaranya dengan menyusun dan menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan.

KemenPPPA juga mempertegas misi untuk mempersempit peluang terjadinya kekerasan melalui pencanangan “Three Ends” yaitu: Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak; Akhiri perdagangan orang; dan Akhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan.

Selain itu, langkah lainnya dilakukan melalui berbagai macam Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang memiliki tujuan sebagai berikut:

  • Memperluas jangkauan informasi tentang hak perempuan ke seluruh masyarakat Indonesia.
  • Memastikan dan meningkatkan fungsi kelembagaan di tingkat desa untuk mencegah dan merespons dini ketika terjadi kekerasan terhadap perempuan.
  • Meningkatkan peran dan fungsi Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) di daerah.
  • Menggalang dukungan yang masif dari pemangku kepentingan baik dari kementerian/lembaga, Pemda, dan Lembaga Masyarakat.