Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, sedang mengalami aktivitas vulkanik yang meningkat, saat ini gunung tersebut telah dinyatakan berstatus AWAS. Level tersebut ditetapkan mulai Rabu 17 April 2024.

Diperbarui 20 Apr 2024, 07:00 WIB

BOLAGILA, JakartaGunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Sulut) tengah bergejolak, kini Gunung Ruang tengah berstatus AWAS. Level tertinggi tersebut ditetapkan mulai Rabu 17 April 2024 pukul 21.00 WITA.

Sejak Selasa 16 April 2024, suara gemuruh serta dentuman keras sudah mulai terdengar, lava merah pun terpantau dari puncak gunung tersebut. Begitu juga dengan abu vulkanik yang dikeluarkannya ke atmosfer.

Berdasarkan laporan Tim Kerja Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Gunung Ruang mengalami 1.439 kali gempa Vulkanik Dalam (VTA) dan 569 kali gempa Vulkanik Dangkal (VTB) selama periode hingga 17 April 2024.

Ketua Tim Kerja Pengamatan Gunung Api, Heruningtyas mengatakan bahwa Gunung Ruang juga mengalami 6 kali gempa Tektonik Lokal dan 167 kali gempa Tektonik Jauh serta Gempa Terasa tercatat 4 kali dengan skala I MMI.

“Jumlah kejadian Gempa Vulkanik Dalam meningkat signifikan disertai getaran Tremor Vulkanik Menerus dengan amplitudo overscale, menandakan saat ini masih terjadi proses peretakan batuan disertai migrasi magma dari reservoir magma dalam ke permukaan dalam bentuk erupsi eksplosif berselingan dengan erupsi efusif,” katanya.

Heruningtyas juga mengungkapkan bahwa sejak 17 April 2024 pukul 20.39 WITA, stasiun mengalami kerusakan dan jaringan listrik OFF. Ia pun menyebut, Badan Geologi akan segera memasang stasiun pengganti untuk memastikan kegiatan pemantauan Gunung Ruang tetap berlangsung.

“Kejadian erupsi yang terjadi tadi malam menyebabkan peralatan kami yang berada di puncak Gunung Raung tidak dapat berfungsi akibat dari erupsi, sehingga setelah tanggal 17 April 2024 pukul 20.39 WITA stasiun kami sudah tidak dapat melakukan perekaman lagi,” ungkapnya.

Heruningtyas menyatakan, potensi erupsi masih mungkin terjadi dikarenakan untuk aktivitas vulkanik masih belum stabil. Dirinya pun menyebut, masih terjadi hujan abu hingga pagi hari.

“Berdasarkan laporan yang kami terima pukul 02:00 WITA, masih terjadi hujan abu dan pada pagi hari itu secara visual terlihat adanya endapan awan panas yang berada di area Gunung Ruang yang terlihat dari sisi tepi Pulau Tanggulandang,” katanya.

Dengan potensi erupsi yang masih akan terjadi, masyarakat diminta untuk tidak melakukan aktivitas apa pun dalam radius 6 km dari puncak untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

“Potensi erupsi masih tinggi beberapa waktu ke depan, sehingga kita harus tetap waspada dan rekomendasi kami belum berubah untuk steril jarak aman 6 km dari pusat aktivitas,” ujar Heruningtyas.

Potensi Bahaya

Ahli Vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurachman mengatakan, erupsi Gunung Ruang tercatat terakhir kali terjadi pada tahun 1871 atau sudah lebih dari 100 tahun lalu.

Aktivitas Gunung tersebut, kata dia, sejatinya memiliki pola yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan skala letusan gunung api lainnya. Namun, ada kekhawatiran soal letak Gunung Ruang yang berada di tengah laut.

“Jadi gunung ruang ini meletus terakhir 1871 sudah lebih dari 100 tahun yang lalu dan itupun energinya tidak besar kalau di dalam skala letusan gunung api itu skalanya Vi2, nah artinya setiap gunung akan memiliki pola yang sama sekarang pun demikian polanya tidak besar. Nah tetapi apa yang menjadi kekhawatiran kita yang harus hati-hati adalah satu karena posisi gunung ruang itukan di tengah laut,” kata Mirzam kepada BOLAGILA, Jumat (19/4/2024).

Menurut Mirzam, kekhawatiran soal letak Gunung Ruang salah satunya terkait potensi tsunami yang disebabkan oleh aliran piroklasik dan reruntuhan longsor akibat aktivitas gunung tersebut.

“Selain bahaya yang disampaikan oleh teman PVMBG misalkan ada abu vulkanik sampai pulau terdekat kemudian ada potensi aliran piroklastik masuk ke laut yang menuju tsunami, nah bisa juga dari pengalaman Krakatau 2018 nanti kalo dindingnya atau tubuhnya tidak stabil itu dia bisa longsor yang bisa menimbulkan tsunami,” ucapnya.

Sedangkan terkait potensi bahaya primer dari letusan Gunung Ruang saat ini, kata Mirzam, yakni soal guguran abu vulkanik yang bisa menjangkau pemukiman warga dan bisa menyebabkan terganggunya pernapasan manusia.

“Jadi kalo letusan gunung api pada umumnya seperti menghasilkan abu vulkanik dan sebagainya itu satu kalo tidak perlu keluar dan berinteraksi akibatnya bisa terpapar abu vulkanik sebaiknya tidak perlu keluar rumah atau di kendaraan, kalo perlu di rumah jendela ditutup kalo harus keluar kita harus menggunakan masker kenapa? Karena abu vulkanik itu sifatnya kalo nempel ke air masuk ke paru-paru kita dia melekat seperti cetakan, jadi gimana supaya kita mengatasinya? Jadi kalo keluar kita mengenakan masker, maskernya dibasahi supaya abunya menempel di masker dengan maksimum,” ujarnya.

“Itu jadi bahaya primernya terkait abu vulkanik, bahaya sekundernya tidak secara langsung mungkin akan menjadi tsunami seperti halnya krakatau 2018,” sambungnya.

Sementara itu, Ahli Vulkanologi I Gusti Bagus Eddy Sucipta mengatakan, letusan Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara pada Selasa 16 April 2024, memiliki karakteristik letusan eksplosif.

“Ini sebenarnya dari infonya yang saya dapat bahwa letusan Gunung Ruang itu memiliki letusan eksplosif, kemudian ada skala ekslosif yang indeksnya lebih dari tiga,” kata Bagus kepada BOLAGILA, Jumat (19/4/2024).

Menurutnya, letusan eksplosif Gunung Ruang tersebut diawali dengan letusan abu ke atas, kemudian disusul oleh lava pijar atau lontaran batu dan terakhir awan panas.

“Itu kemungkinan yang saya lihat itu tipenya, tipe vulkanian atau lebih besar ke plinian ini harus dicek lagi,” ungkapnya.

Kemudian terkait fenomena kemunculan kilatan petir saat erupsi Gunung Ruang, Bagus mengatakan fenomena tersebut merupakan hal biasa.

“Petir itu biasa kalau letusan eksplosif,” ucap dia.

Hal itu, kata dia, biasa terjadi di gunung api karena adanya awan yang membawa uap air dan terpanaskan, sehingga dapat memunculkan petir.

“Ada awan membawa uap air yang terpanaskan itu bisa jadi petir, dan itu biasa di Gunung Api,” kata Bagus.

Adapun terkait pemantauan dan peringatan Gunung Ruang sendiri, Bagus menilai PVMBG sejauh ini sudah cukup bagus dalam memberikan early waring system gunung api.

“PVMBG saya kira cukup bagus pemantauannya sehingga mereka bisa kemudian mempercepat statusnya dari yang satu, normal, kemudian siaga, ke waspada sampai awas. Dan saya kira mereka juga cepat mengevakuasi warga di Pulau Ruang itu yang merupakan pulau gunung api tersebut,” jelasnya.